Workaholic, yaitu kerja keras tanpa mengenal lelah dengan orientasi pada sasaran dan keuntungan semata (target oriented and profit marking). Seorang workaholic sering mengonsumsi obat-obat suplemen yang mempertinggi daya tahan tubuhnya. Atau menikmati hiburan dan santai sepuas-puasnya. Mereka bergerak bagaikan robot yang mengejar setoran, baru berhenti bila tubuh mulai merasa mengeluh atau mendapat serangan mendadak (sudden death). Masih muda, tetapi sudah kena stroke atau pikun.
Apakah seorang workaholic adalah orang-orang yang produktif???
Belum tentu. Tak ada jaminan seorang workaholic memiliki produktivitas tinggi. Bisa jadi yang tinggi sebetulnya adalah alokasi energy, waktu dan perhatian.
Jika diimbangi dengan pola kerja yang baik, komunikasi yang seimbang dengan komunitas kerja, kreativitas serta konsentrasi yang cukup, kebiasaan workaholic malah dapat bersifat kontraproduktif. Anda dapat saja seperti bekerja sendirian atau terpisah dari system kerja perusahaan secara keseluruhan.
Selain itu, karena terlalu sibuk bekerja, seseorang mukin saja menjadi asocial (kurang bergaul di lingkungan atau kurang peduli dengan orang lain), dan mungkin juga akan mengalami hubungan yang buruk dalam keluarga, baik dengan pasangan maupun anak-anak.
Adanya dampak negative kebiasaan workaholic yang merembet ke luar wilayah kerja sudah dibuktikan oleh Robinson. Dalam penelitiannya, ia menemukan bahwa kebiasaan kerja terlalu keras merupakan penyebab perceraian yang cukup dominan di Amerika Serikat. Ia menemukan, 40 persen pasangan Amerika yang bercerai ternyata seorang workaholic.
Di Indonesia, saya belum pernah mendengar penelitian-penelitian sejenis. Namun saya meyakini, meskipun bobotnya tidak setinggi di Amerika Serikat, pekerjaan (bukan karena ketiadaan pekerjaan) merupakan salah satu pemicu percekcokan dalam keluarga. Mungkin saja salah seorang atau keduapasangan tersebut memiliki kesulitan atau kelemahan dalam menyeimbangkan tuntutan pekerjaan dan perhatian pada keluarga.
Selain itu, pasangan yang workaholic memiliki tingkat depresi serta kekhawatiran yang lebih besar. Kebersamaan keluarga telah mengalami kemerosotan nilai. Hal ini pula yang diyakini sebagai penyebab tingginya angka bunuh diri dkalangan remaja jepang. Orang tua mereka terlalu keras bekerja dan tidak lagi memiliki waktu yang berkualitas untuk keluarga.
Hiburan adalah segala sesuatu – baik yang berbentuk kata-kata, tempat, benda, perilaku – yang dapat menjadi penghibur atau pelipur hati yang susah atau sedih.
Bagi orang tertentu yang memiliki sifat workaholic, bekerja adalah hiburan dibandingkan dengan berdiam diri.
Selain itu terdapat tempat-tempat hiburan atau klab malam (night club) sebagai tempat-tempat untuk melepas lelah, umumnya berupa rumah makan atau restoran yang dilengkapi hotel serta sarana hiburan seperti musik, karaoke, opera. Ada pula yang menyediakan permainan seperti bilyar hingga sarana perjudian. Bagi kalangan tertentu, permainan judi (gambling) dianggap sebagai hiburan atau sarana membuang sial. Selain itu, di beberapa negara ada juga klab-klab malam yang diperuntukkan untuk pertemuan keluarga yang tentunya berbeda dengan klab klab malam pada umumnya.
Namun hal-hal tersebut diatas tidak begitu penting bagi mereka, orang-orang penggila kerja atau workaholic. Sebab bagi mereka yang terpenting adalah bagaimana mereka dapat bekerja dengan baik dan lebih baik lagi, mereka cenderung tidak peduli dengan urusan-urursan sepele seperti liburan bagi dirinya sendiri. Sebab didalam pikiran mereka hanya terdapat kata kerja, kerja, dan kerja. Bahkan diantara mereka yang penggila kerja atau workaholic tak jarang sebagian dari hidupnya hanya di habiskan untuk bekerja. Dan bahkan mereka lebih agresif terhadap pekerjaannya tersebut, dan tidak pernah merasa puas dengan suatu pekerjaan yang dianggap kurang, walaupun dimata pegawai lainnya pekerjaanya tersebut sudah baik.
Bahkan orang-orang workaholic tersebut, tak jarang banyak yang mengabaikan kehidupan pribadi mereka demi kesukaannya bekerja. Dan mereka pun bahkan tak peduli apakah mereka memiliki pasangan saat ini atau tidak, mereka cenderung lebih cuek dengan masalah seperti ini.
Jikalaupun mereka memiliki seorang pasangan, mereka tetap saja akan menomor satukan pekerjaan dibandingkan pasangannya tersebut. Bahkan waktu untuk mereka sendiripun hampir tidak ada karena kesibukkannya dalam bekerja. Mereka yang workaholic cenderung akan lebih keras terhadap diri mereka untuk mendapatkan hasil pekerjaan yang memuaskan baginya. Dan juga terhadap pegawainya ataupun bawahanya, sampai dia merasa bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan atau pegawainya tersebut sudah sangat baik.
Hiburan bagi sebagian mereka yang penggila kerja adalah dengan bekerja, bekerja, dan bekerja. Hal tersebut dirasa sudah cukup untuk menghilangkan rasa jenuh mere terhadap suatu hal, di bandingkan dengan liburan ke suatu tempat. Tak jarang pula mereka yang workaholic, memiliki waktu untuk istirahatkan diri, atau untuk tidur malam pun hanya sebentar. Mereka lebih sibuk dengan pekerjaannya tersebut sampai-sampai kadang mereka membawa pekerjaannya tersebut kerumah, dan mengerjakannya dirumah. Hingga larut malampun mereka tetap berkutat dengan pekerjaanya tersebut didepan layar laptopnya. Sehingga waktu mereka untuk istirahat malam hanya sedikit, bahka ada yang sampai menjelang pagi mereka baru dapat beristirahat sebentar, kemudian pagi-pagi mereka akan berangkat kekantor dan memulai pekerjaannya kembali seperti biasanya.
Para workaholic, dalam kehidupannya mereka lebih suka dengan segala sesuatu yang praktis dan tidak membutuhkan waktu lama untuk melakukannya. Shingga kebanyakan dari mereka lebih suka dengan segala sesuatu yang bersifat instan. Seperti halnya dengan makanan yang mereka makan, kebanyakan lebih memilih untuk memesan makanan fastfood atau makanan siap saji sehingga waktu mereka tak terbuang percuma. Karena bagi para workaholic waktu sangatlah berharga.
Sindrom Mati Kelelahan
Melakukan pekerjaan terlalu keras, baik karena tuntutan keadaan ataupun karena memang karena sudah menjadi kebiasaan (workaholic), sangat berbahaya bagi kesehatan fisik dan mental. Bahkan kondisi ini, ternyata dapat menyebabkan kematianmendadak. Kematian mendadak dikenal dengan istilah “sindrom mati kelelahan”. Di Jepang, sindrom ini dikenal dengan nama karoshi.
Beberapa dekade terakhir,dunia kerja jepang semakin sering terguncang dengan sindrom karoshi ini. Mati kelelahan ini berkaitan dengan beban kerja yang melampaui batas, munculnya berbagai penyakit darah tinggi (hipertensi), penyakit pembuluh otak, dan pembuluh jantung.
Sebagaimana sudah disinggung sebelumnya, selain memperburuk kesehatan, kelelahan yang berlebihan juga memicu berbagai bentuk persoalan lain seperti kecelakaan kerja, hubungan sosial yang lemah, dan kualitas hidup berkeluarga yang buruk.
Selain itu juga kebiasaan para workaholic tersebut juga dapat menyebabkan stress yang berkepanjangan dan apa bila mereka tidak dapat bertahan akan timbul penyakit psikis yang tanpa mereka sadari menggrogoti pikiran dan batin mereka.
Sumber: www. Wikipedia.com. 2009. Workaholic
Tune Up: Gaya Hidup Penghambat Alzaimer – Halaman ix. www.google.com
The Winners Attitudes – Halaman 141. www.google.com
Comments