A. Kepadatan
Menurut Sundstrom (dalam Wrightsman & Deaux, 1981) kepadatan adalah sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan. Atau sejumlah individu yang berada di suatu ruangan atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan,1982; Heimstra dan McFarling,1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating,1978; dalam Hendro Prabowo 1998). Suatu kedaan akan dikatakan padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono,1992;dalam Hendro Prabowo 1998). Penelitian tentang kepadatan pada manusia berawal dari penelitian terhadap hewan yang dilakukan oleh John Calhoun, sedangkan penelitian terhadap manusia yang pernah dilakukan oleh Bell (dalam Setiadi, 1991) mencoba merinci : bagaimana manusia merasakan dan bereaksi terhadap kepadatan yang terjadi; bagaimana dampaknya terhadap task performance (kinerja tugas)? Hasilnya memperlihatkan ternyata banyak hal-hal yang negatif akibat dari kepadatan.
ü Pertama, ketidaknyamanan dan kecemasan, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, hingga terjadi penurunan kesehatan atau peningkatan pada kelompok manusia.
ü Kedua, peningkatan agresifitas pada anak-anak dan orang dewasa atau menjadi sangat menurun (berdiam diri atau murung) bila kepadatan tinggi sekali (high spatial density). Juga kehilangan minat berkomunikasi, bekerja sama dan tolong-menolong sesama anggota kelompok.
ü Ketiga, terjadi penurunan ketekunan dalam pemecahan persoalan atau pekerjaan. Juga penurunan hasil kerja terutama pada pekerjaan yang menuntut hasil kerja yang kompleks.
Dalam penelitian tersebut dapat diketahui pula bahwa dampak negative kepadatan lebih berpengaruh terhadap pria atau dapat dikatakan bahwa pria lebih memiliki perasaan negative pada kepadatan tinggi dibandingkan wanita. Pria juga bereaksi lebih negative terhadap anggota kelompok, baik pada kepadatan tinggi ataupun rendah dan wanita justru lebih menyukai anggota kelompoknya pada kepadatan tinggi.
McFarling (1978) antara kepadatan dan kesesakan memiliki hubungan yang erat karena kepadatan merupakan salah satu syarat yang dapat menimbulkan kesesakan, tetapi bukan satu-satunya syarat yang dapat menimbulkan kesesakan. Baum dan Paulus (1978) menerangkan bahwa proses kepadatan dapat dirasakan sebagai kesesakan atau tidak dapat ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan 4 faktor:
a) Karakteristik seting fisik,
b) Karakteristik seting sosial,
c) Karakteristik personal,
d) Kemampuan beradaptasi
Ø Kategori Kepadatan
Jain (1987) berpendapat bahwa tingkat kepadatan penduduk akan dipengaruhi oleh unsur-unsur yaitu jumlah individu pada setiap ruang, jumlah ruang pada setiap unit rumah tinggal, jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian dan jumlah struktur hunian pada setiap wilayah pemukiman. Hal ini berarti bahwa setiap pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbeda tergantung pada konstribusi unsur-unsur tersebut.
Kepadatan dapat dibedakan kedalam beberapa kategori.
1. Holahan (1982) menggolongkan kepadatan kedalam 2 kategori, yaitu:
· Kepadatan Spasial (Spatial Density), yang terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap,sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan menurunnya besar ruangan.
· Kepadatan Sosial (Social Density), yang terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu.
2. Altman (1975) membagi kepadatan menjadi:
· Kepadatan Dalam (Inside Density) yaitu jumlah individu yang berada dalam suatu ruangan atau tempat tinggal seperti kepadatan di dalam rumah, kamar.
· Kepadatan Luar (Onside Density) yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim disuatu wilayah pemukiman.
Zlutnick dan Altman (dalam Altman, 1975; Holahan, 1982) menggambarkan sebuah model dua dimensi untuk menunjukkan beberapa macam tipe lingkungan pemukiman, yaitu:
1) Lingkungan pinggiran kota, yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang rendah;
2) Wilayah desa miskin dimana kepadatan dalam tinggi sedangkan kepadatan luar rendah; dan
3) Lingkungan mewah perkotaan, dimana kepadatan dalam rendah sedangkan kepadatan luar tinggi;
4) Perkampungan kota yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang tinggi.
Ø Akibat-akibat Kepadatan
Menurut Heimstra dan Mc Farling (1978) kepadatan memberikan akibat bagi manusia yaitu:
1) Akibat secara Fisik yaitu, reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung, tekanan darah dan penyakit fisik lain (Heimstra dan Mc Farling, 1978).
2) Akibat secara Sosial antara lain adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja (Heimstra dan Mc Farling, 1978; Gifford, 1987)
3) Akibat secara Psikis antara lain:
a. Stress, kepadatan tinggi dapat menumbuhkan perasaan negative, rasa cemas, stress (Jain,1987) dan perubahan suasana hati (Holahan, 1982).
b. Menarik Diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung untuk menarik diri dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Heimstra dan Mc Farling, 1978; Holahan, 1982; Gifford, 1987).
c. Perilaku Menolong (perilaku prososial), kepadatan tinggi juga menurunkan keinginan individu untuk menolong atau memberi bantuan pada orang lain yang membutuhkan, terutama orang yang tidak dikenal.
d. Kemampuan Mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu untuk mengerjakan tugas-tugas pada saat tertentu
e. Perilaku Agresif, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustasi dan kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentukperilaku agresi.
B. Kesesakan
Menurut Altman (1975), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil.
Stockols (dalam Altman, 1975) membedakan kesesakan menjadi:
1. Kesesakan bukan sosial (Nonsocial Crowding) yaitu dimana faktor-faktor fisik menghasilkan perasaan terhadap ruang yang tidak sebanding, seperti sebuah ruangan yang sempit.
2. Kesesakan Sosial (Social Crowding) yaitu perasaan sesak mula-mula datang dari kehadiran orang lain yang terlalu banyak.
Stockols juga menambahkan perbedaan antara kesesakan molekuler dan molar. Kesesakan Molar (Molar Crowding) yaitu perasaan sesak yang dapat dihubungkan dengan skala luas, populasi penduduk kota, sedangkan Kesesakan Molekuler (Moleculer Crowding) yaitu perasaan sesak yang menganalisis mengenai individu, kelompok kecil dan kejadian-kejadian interpersonal.
Moris (dalam Iskandar, 1990) memberikan pengertian kesesakan sebagai defisit suatu ruangan. Hal ini berarti bahwa dengan adanya sejumlah orang dalam suatu hunian rumah, maka ukuran per meter persegi setiap orangnya menjadi kecil, sehingga dirasakan adanya kekurangan ruang.Pendapat lain datang dari Rapoport (dalam Stokols dan Altman, 1987) yang mengatakan kesesakan adalah suatu evaluasi subjektif dimana besarnya ruang dirasa tidak mencukupi, sebagai kelanjutan dari persepsi langsung terhadap ruang yang tersedia.
Pada dasarnya batasan kesesakan melibatkan persepsi seseorang terhadap keadaan ruang yang dikaitkan dengan kehadiran sejumlah manusia, dimana ruang yang tersedia dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang dirasa terlalu banyak.
Ø Pengaruh Kesesakan Terhadap Perilaku
Freedman (1975) memandang kesesakan sebagai suatu keadaan yang dapat bersifat positif maupun negative tergantung dari situasinya. Jadi kesesakan dapat dirasakan sebagai suatu pengalaman yang kadang-kadang menyenagkan dan kadang-kadang tidak menyenangkan. Bahkan dari banyak penelitiannya diperoleh kesimpulan bahwa kesesakan sama sekali tidak berpengaruh negative terhadap subjek penelitian.
Pengaruh negative kesesakan tercermin dalam bentuk penurunan-penurunan psikologis, fisiologis dan hubungan sosial individu.
1. Pengaruh Psikologis, yang ditimbulkan oleh kesesakan antara lain: perasaan kurang nyaman, stress, kecemasan, suasana hati yang kurang baik, prestasi belajar dan prestasi kerja menurun, agresivitas meningkat, dan bahkan juga gngguan mental yang serius.
2. Malfungsi Fisiologis seperti, meningkatnya tekanan darah dan detak jantung, gejala-gejala psikosomatik, dan penyakit-penyakit fisik yang serius.
3. Perilaku Sosial yang seringkali timbul karena situasi yang sesak anatara lain adalah kenakalan remaja, menurunya sikap gotong-royong dan saling membantu, penarikan diri dari lingkungan sosial, berkembangnya sikap acuh tak acuh, dan semakin berkurangnya intensitas hubungan sosial.
Brigham (1991) mencoba menerangkan dan menjelaskan akibat dari kesesakan menjadi:
1. Pelanggaran terhadap ruang pribadi dan atribusi seseorang yang menekan perasaan yang disebabkan oleh kehadiran orang lain;
2. Keterbatasan perilaku, pelanggaran privasi dan terganggunya kebebasan memilih
3. Kontrol pribadi yang kurang, dan
4. Stimulus yang berlebih.
Walaupun pada umumnya kesesakan berakibat negative pada perilaku seseorang, tetapi menurut Altman (1975) dan Watson dkk. (1984), kesesakan kadang memberikan kepuasan dan kesenangan. Hal ini tergantung pada tingkat privasi yang diinginkan, waktu dan situasi tertentu, serta setting kejadian. Situasi yang memberikan kepuasan dan kesenangan bisa kita temukan, misalnya pada waktu melihat pertunjukkan music, pertandingan olah raga atau menghadiri reuni atau resepsi.
Kepadatan memang dapat mengakibatkan kesesakan (crowding), tetapi bukan satu-satunya syarat yang dapat menimbulkan kesesakan. Setidaknya ada tiga konsep yang dapat menjelaskan terjadinya kesesakan, yaitu teori information overload, teori behavioral constraint, dan teori ecological model (Stokols dalam Heimstra dan McFarling, 1978; Holahan, 1982; Jain, 1987). Secara teoritis, ketiga konsep tersebut dapat menjelaskan hubungan kepadatan fisik dengan kesesakan. Kenyataan bahwa semakin padat suatu kawasan. Maka semakin banyak informasi yang melintas di hadapan penghuni adalah dinamika yang tida terhindarkan. Bila kemudian informasi tersebut melampaui batas kemampuan penerimaannya, maka mulailah timbul masalah-masalah psikologis. Semakin banyak penduduk dalam wilayah yang terbatas juga bisa menyebabkan adanya constrain bagi individu dalam berperilaku sehari-hari. Konsep ini berkaitan erat dengan pendekatan ekologis. Prinsipnya, ketika daya dukung wilayah tidak mencukupi lagi maka lingkungan alam dan lingkungan sosial akan saling terkait dalam menimbulkan masalah (Sulistyani et al., 1993). Dalam suasana padat dan sesak, kondisi psikologis yang negatif mudah timbul yang merupakan faktor penunjang yang kuat untuk munculnya stress dan bermacam aktifitas sosial negatif (Wrightsman dan Deaux, 1981). Bentuk aktifitas sosial negatif yang dapat diakibatkan oleh suasana padat dan sesak, antara lain : 1) munculnya bermacam-macam penyakit baik fisik maupun psikis, seperti stres, tekanan darah meningkat, psikosomatis, dan gangguan jiwa; 2) munculnya patologi sosial, seperti kejahatan dan kenakalan remaja; 3) munculnya tingkah laku sosial yang negatif, seperti agresi, menarik diri, berkurangnya tingkah laku menolong (prososial), dan kecenderungan berprasangka; 4) menurunnya prestasi kerja dan suasana hati yang cenderung murung (Holahan, 1982). Menurut Baum et al.(dalam Evans, 1982), peristiwa atau tekanan yang berasal dari lingkungan yang mengancam keberadaan individu dapat menyebabkan stres. Bila individu tidak dapat menyesuaikan dengan keadaan lingkungannya, maka akan merasa tertekan dan terganggu dalam berinteraksi dengan lingkungan dan kebebasan individu merasa terancam sehingga mudah mengalami stres. Kawasan padat dan sesak juga menyebabkan individu lebih selektif dalam berhubungan dengan orang lain, terutama dengan orang yang tidak begitu dikenalnya. Tindakan ini dilakukan individu untuk mengurangi stimuli yang tidak diinginkan yang dapat mengurangi kebebasan individu. Tindakan selektif ini memungkinkan menurunnya keinginan seseorang untuk membantu orang lain (intensi prososial). Perilaku prososial adalah perilaku seseorang yang ditujukan pada orang lain dan memberikan keuntungan fisik maupun psikologis bagi yang dikenakan tindakan tersebut. Perilaku prososial mencakup tindakan-tindakan kerja sama, membagi, menolong, kejujuran, dermawan serta mempertimbangkan kesejahteraan orang lain (Mussen et al., 1979). Perilaku prososial sangat penting artinya bagi kesiapan seseorang dalam mengarungi kehidupan sosialnya. Karena dengan kemampuan prososial ini seseorang akan lebih diterima dalam pergaulan dan akan dirasakan berarti kehadirannya bagi orang lain (Cholidah, 1996). Dalam pendekatan kognitif, pada teori psikologi lingkungan tentang rasa sesak, Stanley Milgram (1970) menyimpulkan bahwa bila orang dihadapkan pada stimulasi yang terlalu banyak, orang akan mengalami beban indera yang berlebihan dan tidak akan dapat menghadapi semua stimulasi itu. Milgram yakin bahwa beban indera yang berlebihan selalu bersifat tidak menyenangkan dan mengganggu kemampuan seseorang untuk berfungsi secara tepat (Evans et al., 1996).
C. Contoh Perilaku Nyata Kepadatan dan Kesesakan
1. Contoh Kasus Kepadatan
Semakin tingginya tingkat pertumbuhan penduduk di ibu kota seperti Jakarta, sehingga menjadikan ibu kota kita ini menjadi padat akan rumah-rumah di setiap sela kibu kota. Dapat kita lihat disetiap jalan pasti akan berdiri gedung-gedung perkantoran dan juga gedung swalayan yang menjamur d Jakarta. Namun bukan hanya gedung-gedung tersebut yang menjamur tetapi juga banyaknya pemukiman-pemukiman masyarakat yang tersebar di setiap sela ibu kota. Sehingga menyebabkan terjadinya kepadatan penduduk dan juga pemukiman yang sudah tidak lagi tertata dengan baik karena terlalu bnyaknya masyarakat yang terus meningkat setiap tahunnya datang dan tinggal di Jakarta. Namun hal tersebut tidak didukung dengan adanya lahan yang cukup untuk menampung semakin banyaknya orang yang datang ke ibu kota.
Di tinjau dari segi penduduk, terungkap bahwa rumah padat bagi penduduk berarti rumah yang luasnya tidak sebanding dengan jumlah penghuninya, serta tidak ada tempat bermain atau halaman. Kriteria ini sesuai dengan kriteria yang dianut para ahli, akan tetapi ukuran lain seperti jumlah orang yang tidur dalam satu kamar, jumlah ruangan dalam kamar, jumlah WC per orang/rumah, jumlah anak balita pertempat tidur, dan lain-lain ukuran yang berkaitan dengan jumlah fasilitas perumahan dengan jumlah penghuni tidak dirasakan sebagai ukuran kepadatan oleh penduduk.
Rumah merupakan lingkungan yang paling dekat dan penting bagi manusia karena hampir setengah dari hidupnya dihabiskan di rumah (Awaldi, 1990). Parwati (dalam Budiharjo, 1984) mengatakan bahwa fungsi rumah bagi orang hidup semakin penting, di samping tempat berlindung, rumah juga berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses dimana seorang individu diperkenalkan kepada nilai-nilai, adat kebiasaan, yang berlaku dalam masyarakat, juga rumah berfungsi sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup.
Mengingat pentingnya fungsi rumah sebaiknya rumah dapat dirasakan sebagai suatu lingkungan psikologis yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi penghuninya dan perlu dihindarkan rumah yang terlalu sempit. Penyempitan ruang individual dalam rumah akan menimbulkan berbagai macam permasalahan psikologis yang serius. Suasana tidak nyaman tersebut disebabkan oleh banyaknya anggota keluarga yang menempati rumah tersebut, banyaknya orang yang berlalu lalang di sekitar rumah, dan jarak antar rumah yang terlalu dekat, serta suara biasing yang mengganggu terus menerus. Kondisi ini jelas akan merugikan perkembangan psikologis anggota keluarga, terutama pada anak-anak dan remaja.
2. Contoh Kasus Kesesakan
Salah satu kesesakan dari padatnya ibu kota di Jakarta maupun di kota bekasi adalah dikarenakan semakin banyaknya penduduk yang terus bertambah setiap tahunnya ditambah lagi semaikin bnyaknya kendaraan di jalan di ibu kota seperti Jakarta dan bekasi. Hal tersebut membuat setiap jalan yang ada di kota tersebut menjadi sesak karena bnyaknya kendaraan yang berlalulang setiap harinya dan terus bertambah setiap tahunnya, orang yang memakai atau menggunakan kendaraan pribadi ketika berpergian dari satu tempat ketempat lainnya.
Contoh lain dari kesesakan yaitu jumlah brang-barang yang terlalu bnyaknya di dalam suatu ruangan kamar ataupun di dalam suatu rumah. Hal tersebut akan menyebabkan setiap ruangan di rumah tersebut menjadi sesak karena terlalu bnyaknya barang yang di taruh atau yang dimasukan kedalam rumah, sehingga menyebabkan penghuni atau orang yang tinggal didalam rumah atau ruangan kamar tersebut menjadi tidak betah,merasa terganggu dan tidak memiliki ruang yang cukup untuk dapat bergerak atau melakukan suatu aktivitas tertentu. Sehingga merekapun akan merasa tidak nyaman dengan kondisi tersebut. Apalagi kalau di dalam kamar atau ruangan tersebut seorang anak tidak dapat mengerjakan tugas-tugas sekolahnya dikarenakan terlalu banyak barang yang ada di atas meja belajarnya atau di ruang kamarnya tersebut, anak tersebut akan menjadi malas untuk belajar Karen melihat terlalu sesaknya kamarnya tersebut oleh barang-barang.
Refrensi :
Prabowo Hendro.1998.Arsitektur Psikologi dan Masyarakat.Jakarta:Universitas Gunadarma
HasnidaS.Psi.2002.Crowding(Kesesakan)danDensity(Kepadatan).http://cariebookgratis.com/crowding--kesesakan--dan-density—kepadatan.24 Maret 2011
Comments