Penjelasan psikodinamika mengemukakan bahwa enuresis dapat merepresentasikan kemarahan terhadap orang tua karena pelatihan Buang Air Kecil (BAK) dan BAB yang keras. Hal
ini dapat merepresentasikan respon regresi terhadap kelahiran saudara kandung atau beberapa sumber stress lain atau perubahan dalam kehidupan, seperti mulai bersekolah atau mengalami kematian orang tua maupun anggota keluarga lain. Teoretikus belajar menekankan bahwa enuresis muncul paling sering pada anak-anak dengan orang tua yang mencoba melatih mereka sejak usia dini. Kegagalan dalam masa awal dapat menghubungkan kecemasan dengan usaha untuk mengontrol buang air kecil. Kecemasan yang terkondisi justru mendorong dan bukan menghambat buang air kecil.
Bukti dari studi Danish pada tahun 1995 menunjukkan dugaan yang kuat bahwa enuresis primer, bentuk yang paling umum dari gangguan ini, yang ditandai oleh mengompol yang terus-menerus dan tidak pernah mampu untuk mengontrol buang air kecil, diturunkan secara genetis (Eiberg, Berendt, & Mohr, 1995; Goleman, 1995e; Nevid Rathus Greene, 2003). Kita belum memahami mekanisme genetis yang bertanggung jawab pada penyebaran gangguan ini, tetapi salah satu kemungkinannya menyangkut gen yang mengatur kecepatan perkembangan dari kontrol motorik terhadap refleks-refleks eliminatori (eliminatory reflexes) oleh korteks serebral. Walaupun faktor-faktor genetis tampak terkait dengan penyebaran dari enuresis primer, faktor-faktor lingkungan dan perilaku juga memainkan peranan dalam menentukkan perkembangan dan jangka waktu gangguan. Tipe enuresis lain adalah enuresis sekunder, tampak pada anak-anak yang memiliki masalah setelah mampu mengontrol BAK (Buang Air Kecil) dan diasosiasikan dengan mengompol secara berkala.
Sumber : Nevid Rathus Greene.2003.Psikologi Abnormal.Jakarta:Erlangga
Comments