Skip to main content

INTERVENSI GANGGUAN BELAJAR

Intervensi-intervensi untuk gangguan belajar umumnya menggunakan perspektif berikut (Lyon & Moats, 1988; Nevid Rathus Greene, 2003):

1. Model Psikoedukasi. Pendekatan pada kekuatan-kekuatan dan preferensi-preferensi anak-anak dari pada usaha untuk mengoreksi defisiensi yang diduga mendasarinya. Misalnya, seorang anak yang menyimpan informasi auditori lebih baik dibandingkan visual akan diajar secara verbal, misalnya, menggunakan rekam pita dan bukan materi-materi visual.

2. Model Behavioral. Model behavioral mengasumsikan bahwa belajar akademik dibangun diatas hierarki keterampilan-keterampilan dasar, atau “perilaku yang memapukan (enabling behaviors)”. Untuk dapat membaca secara efektif, seseorang harus belajar mengenali huruf-huruf, menghubungkan suara dengan huruf, kemudian mengombinasikan huruf-huruf dan suara-suara dengan kata-kata, dan seterusnya.

3. Model Medis. Model ini mengasumsikan bahwa gangguan belajar merupakan simtom-simtom dari defisiensi dalam pengolahan kognitif yang memiliki dasar biologis. Penanganan harus diarahkan pada patologi yang mendasarinya dan bukan pada ketidak mampuan belajar. Bila anak memiliki kerusakan visual yang menyebabkannya kesulitan mengikuti sebaris teks, penanganan seharusnya ditunjukkan untuk mengatasi defisit visual, mungkin dengan cara latihan mengikuti stimulus visual.

4. Model Neuropsikologi. Pendekatan ini berasal dari model psikoedukasi dan medis. Diasumsikan bahwa gangguan belajar merefleksikan defisit dalam pengolahan informasi yang memiliki dasar biologis (model medis).

5. Model Linguistik. Pendekatan linguistik berfokus pada defisiensi dasar dalam bahasa anak, seperti kegagalan dalam mengenali bagaimana suara-suara dan kata-kata saling dikaitkan untuk menciptakan arti, yang akan menimbulkan masalah dalam membaca, mengeja dan menemukan kata-kata untuk mengekspresikan diri mereka.

6. Model Kognitif. Model ini berfokus pada bagaimana anak-anak mengatur pemikiran-pemikiran mereka ketika mereka belajar materi-materi akademik. Dalam perspektif ini anak-anak dibantu untuk belajar dengan (1) mengenali sifat dari tugas belajar, (2) menerapkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif untu menyelesaikan tugas-tugas, dan (3) memonitor kesuksesan strategi-strategi mereka. Anak-anak dengan masalah aritmetika dapat diarahkan untuk membagi tugas matematika menjadi komponen-komponen tugas, memikirkan tahapan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, dan mengevaluasi prestasi mereka pada setiap tahap untuk menilai bagaimana meneruskannya.


Sumber : Nevid, Jeffrey S; Rathus, Spencer A.;Greene, Beverly.2003.Psikologi

Abnormal.Jakarta:Erlangga


Comments

Popular posts from this blog

ANOREXIA NERVOSA

Disadari atau tidak, anggapan bahwa langsing itu cantik telah melekat dalam kepala setiap orang, khususnya pada pikiran setiap wanita. Sejak kecil kita seolah didoktrin, menjadi wanita harus bertubuh langsing. Apalagi ditambah dengan banyaknya obat pelangsing yang diproduksi di pasaran. Akhirnya, tanpa disadari banyak wanita yang berlomba-lombamenjaga ketat pola makanan mereka agar terlihat langsing. Kadang begitu kelewatan sampai menimbulkan gangguan atau kelainan pola makan (eating disorders) yang disebut anorexia dan bulimia. Banyak wanita didunia yang menderita kelainan pola makan (eating disorders) seperti calista flockhart, mendiang putri Diana, para model-model di dunia juga banyak yang mengidap penyakit tersebut, dan lain sebagainya. Tren akan tubuh langsing dan kurus ini juga semakin dipicu oleh banyaknya public figure yang menganut ketat, bahkan mengalami anorexia, hingga berat badannya turun drastis. Kelainan pada pola makan ini timbul akibat rasa ketakutan pada diri ses

Narsis atau Narsisistik ?? Apa Kalian Narsis?

What is the Meaning of Narcissistic ??? Mungkin itu yang selalu menjadi pertanyaan banyak orang, apa sih narsis itu? Kebanyakan dari orang-orang baik remaja, anak-anak, bahkan dewasa mengartikan narsis sebagai suatu hal yang biasa di lakukan seseorang secara berlebihan ketika orang tersebut senang melakukan suatu hal secara terus-menerus, misalnya saja ada beberapa gadis remaja yang senang sekali berfoto-foto di mana saja dengan gaya-gaya yang lucu atau dengan gaya seperti mebuat tanda V dengan jarinya ketika berfoto, atau memanyunkan bibirnya ketika berfoto baik berfoto-foto dengan teman-temannya ataupun seorang diri yang kemudian foto tersebut akan diunggahnya ke sosial media ataupun menjadi koleksi pribadi. Atau ketika seseorang senang sekali membuat foto dirinya sendiri di setiap kesempatan, maka kebanyakan orang akan menggap orang tersebut memiliki sifat NARSIS, karena suka foto-foto sendiri di manapun dan memamerkannya di sosial media. Atau ketika ada seseorang yang

Kepribadian Narsisistik

Berbeda dengan seseorang yang di katakan Narsis  pada umumnya . Karena Narsisistik bukanlah hanya seperti selalu mengaca setiap ada cermin atau suka berfoto-foto baik seorang diri ataupun dengan teman-temannya. Melainkan lebih luas dari hal tersebut, karena orang yang dikatakan memiliki gangguan kepribadian narsistik atau narsis adalah seseorang yang memiliki gangguan psikologis tepatnya pada kepribadian orang tersebut. Seperti yang saya kemukakan pada artikel sebelumnya yakni  http://snowytiwi.blogspot.com/2013/08/narsis-atau-narsisistik-apa-kalian.html